Rabu, 07 November 2012

Analisis artikel


Strategi Vs Etika Sportifitas dalam Pertandingan








Keputusan diskualifikasi yang dijatuhkan BWF (Badminton World Federation) kepada pasangan ganda putri Greysia Polii/Meiliana Jauhari di Olimpiade London 2012 memang cukup membuat kita semua kecewa. Memang dalam memenangkan sebuah pertandingan dibutuhkan strategi, namun dalam scope yang luas pertandingan itu sendiri adalah perwujudan dari sebuah pertunjukan sportifitas, apalagi konteksnya Olimpiade.

Saya yakin seluruh bangsa Indonesia sangat kecewa namun apakah fair jika kesalahan ini dibebankan pada dua orang pemain ganda putri yang notabene adalah prajurit ujung tombak yang melakukan perintah komandan? Sekali lagi dalam pertandingan yang mengatas namakan team tentunya keputusan-keputusan strategis itu hampir tidak mungkin dijalankan tanpa approval dari komandan tim alias pelatih dan manajer. Sehingga menurut saya ini adalah kesalahan kolektif dari tim Indonesia, bukan pemain ganda putri itu saja.

Saya pribadi sudah mengikuti kasus ini semenjak beberapa hari lalu. Dari mulai permohonan banding Tim Indonesia terhadap kasus ini sampai akhirnya PBSI mencabut kembali permohonan banding tersebut dan menerima sepenuhnya keputusan BWF tersebut. Namun, Thomas Lund, COO BWF, pada konferensi pers kedua yang berlangsung di Wembley Arena siang ini sekitar pukul 16.15 waktu Londonmenambahkan, sanksi diskualifikasi ini hanya dijatuhkan kepada atlet yang bersangkutan, sementara pelatih dan asosiasi bulu tangkis masing-masing negara tidak dijatuhi sanksi apapun. Sampai akhirnya pada berita hari ini update terakhir IOC memerintahkan KONI/KOI melakukan investigasi terhadap Team pelatih juga.

Dalam pertandingan olahraga sudah sepantasnya kita semua menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas. Walaupun kekecewaan memenuhi rongga dada kita semua atas keputusan BWF, namun hal yang terpenting adalah jadikanlah kasus ini sebagai pembelajaran bagi kemajuan dunia olahraga kita. Sehingga partisipasi bangsa kita di ajang internasional nantinya bisa lebih bermakna dari hanya sekedar mengejar kemenangan dan medali.






kata Baku
Kata Tidak Baku
Tim
Team
Sportivitas
Sportifitas
Manager
Manajer


Sumber : kompasiana.com





Selasa, 06 November 2012

20 Tahun tanpa seorang ayah Part II



20 Tahun tanpa seorang ayah Part II





3 bulan kemudian saya mendapat bantuan berupa beras dan sejumlah uang dari pihak sekolah, dan bukan hanya itu saja, membayar uang spp pun di kenakan setengah harga, dengan sigap saya bertanya kepda ibu guru,ibu guru, kenapa saya mendapatkan beras dan sejumlah uang, ibu guru pun menjawab, ini semua adalan bantuan dari pihak sekolah di karenakan kamu tidak mempunyai ayah, dan beberapa teman kamu kemaren juga mendapatkan hak mereka dari pihak sekolah, dan tidak lupa saya berterimah kasih dan mencium tangan ibu guru karena pihak sekolah sudah memberi bantuan kepada keluarga saya.


pada akhirnya saya di antar pulang dengan bapak guru menggunakan sepeda motor, setelah tiba dirumah, saya langsung bergegas turun dari sepeda motor, dan saya melantunkan salam dan mengetok pintu, dan ternyata yang membuka pintu adalah kakek saya, kakek bertanya kepada saya, itu siapa juwi, itu bapak guru,langsug saja kakek menyapa bapak guru tersebut dan mempersilahkan bapak guru masuk kedalam rumah, kakek saya bertanya, ada apa ya bapak mengantarkan cucu saya pulang, begini bapak, saya mendapat perintah dari pihak sekolah untuk mengantarkan juwi pulang kerumah dan memgantarkan hak juwi yaitu berupa beras dan sejumlah uang dikarenakan juwi adalah seorang anak yatim, maka dari itu juwi mendapatkan bantuan dari pihak sekolah,dan bukan itu saja, pembayaran spp pun akan di kenakan dengan setengah harga. Dan saya melihat kakek saya mengeluarkan air mata mendengarkan kata – kata yang disampaikan oleh bapak guru kepada kakek, dan kakek mengucapkan banyak terimah kasih.




20 Tahun Tanpa Seorang Ayah Part 1


20 Tahun Tanpa Seorang Ayah Part 1



Semenjak saya di lahirkan di dunia ini sampai umur saya 20 tahun saya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Awal cerita saya bertanya kepada ibu mengenai kebaradaan ayah saya. Ibu, teman – teman saya memilik ayah, kenapa saya tidak punya ayah ibu, di mana ayah sekarang ibu, ibu pun terdiam beberapa saat terhadap pertanyaan saya tadi, ibu menjawab ayah kamu sudah tidak ada sayang.Dan saya pun bertanya kepada kakek saya,kakek, ayah saya dimana ya sekarang, sampai saya besar seperti ini saya belum pernah melihat ayah, dan kakek pun menjawab, ayah kamu sudah meninggal, dan saya hanya terdiam dan pergi meninggalkan kakek saya.


Beberapa bulan kemudian, ibu saya mendaftarkan saya ke sekolah dasar BUDI MULIA MEDAN. Selang 2 minggu saya sudah mulai memasuki kelas, singkat cerita ibu guru pun bertanya kepada murid – muridnya, anak – anak, di kelas ini ada tidak yang tidak mempunyai ayah denngan kata lain meninggal dunia, kalau ada tunjuk tangan ya anak – anak, saya mendengar ibu guru berbicara seperti itu saya hanya terdiam, dan saya melihat kanan kiri ada tidak kira – kira yang menunjuk tangan. Dan ternyata ada beberapa orang yang mengacungkan tangannya, saya bergegas mengacungkan tangan karena saya ingat kata kakek beberapa bulan silam bahwasannya ayah saya sudah meninggal.


Dan bu guru pun menghampiri saya,ibu guru pun bertanya kepada saya, nama lengkap anak siapa ya,nama saya juwi kuswanda bu, apa benar ayah juwi sudah tidak ada, ia ibu kata kakek saya ayah sudah meninggal. Ibu guru pun mencatat nama saya dan teman - teman bahwasannya di kelas ini ada beberapa orang anak yatim.